Jumat, 26 Juni 2009

Sinergi Sabar dan Sholat

"Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS AlBaqarah [2]: 155)

Shalatlah kamu sebagaimana kamu lihat aku shalat. Demikian sabdaRasulullah SAW ketika memerintahkan ibadah shalat kepada umatnya. Perintah ini menunjukkan betapa pentingnya nilai shalat bagi seorang Muslim, sampai gerakan dan bacaannya dicontohkan secara detail oleh beliau.

Sejatinya, shalat adalah ibadah paripurna yang memadukan olah pikir, olah gerak dan olah rasa (sensibilitas) . Ketiganya terpadu secara cantik dan selaras. Kontemplasi dan riyadhah yang terintegrasi sempurna, saling melengkapi dari dimensi perilaku/lisan (al-bayan), respons motorik, rasionalitas (menempatkan diri secara proporsional) , dan kepekaan terhadap jati diri--untuk merasakan cinta dan kasih sayang Allah SWT.


Yang menarik, Alquran kerap menggandengkan ritual shalat dengan sikap sabar.
Misalnya dalam QS Al Baqarah [2] ayat 155, Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Perintah senada terungkap pula dalam QS Al Baqarah [2] ayat 45.

Mengapa sabar dan shalat?


Sebelumnya, mari kita lihat makna sabar. Secara etimologi, sabar
(ash-shabr) bermakna menahan (al-habs). Dari sini sabar dimaknai sebagai
upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu untuk
mencapai ridha Allah (QS Ar Ra'd [13]: 22).

Lebih dari seratus kali kata sabar disebut dalam Alquran. Tidak mengherankan, karena sabar adalah poros sekaligus asas segala macam kemuliaan akhlak. Jika kita menelusuri hakikat akhlak mulia, maka sabar selalu menjadi asas dan landasannya. 'Iffah [menjaga kesucian diri misalnya, adalah bentuk kesabaran dalam menahan diri dari memperturutkansyahwat. Syukur adalah bentuk kesabaran untuk tidak mengingkari nikmat dari Allah. Qana'ah [merasa cukup dengan apa yang ada] adalah sabar dengan menahan diri dari angan-angan dan keserakahan. Hilm [lemah-lembut] adalah kesabaran dalam mengendalikan amarah. Pemaaf adalah sabar untuk tidak membalas dendam. Demikian pula keutamaan akhlak lainnya. Pengukuh agama
semuanya bersumbu pada kesabaran.

Dari sini terlihat bahwa sabar itu cakupannya sangat luas. Sehingga sabar bernilai setengah keimanan. Setengah lainnya adalah syukur. Sabar ini terbagi ke dalam tiga tingkatan. Pertama, sabar dalam menghadapi sesuatu yang menyakitkan; seperti musibah, bencana atau kesusahan. Kedua, sabar dalam meninggalkan perbuatan maksiat. Ketiga, sabar dalam menjalankan ketaatan.

Tidak berputus asa saat menghadapi musibah (atau sesuatu yang tidak enak) merupakan tingkat terendah dari kesabaran. Satu tingkat di atasnya adalah sabar untuk menjauhi maksiat dan kesabaran berlaku taat. Mengapa demikian?
Kesabaran menghadapi musibah disebut kesabaran idhthirari (tidak bisa
dihindari). Pada saat ditimpa musibah, seseorang tdak memiliki pilihan
kecuali menerima cobaan tersebut dengan sabar.

Dengan tidak sabar pun, musibah tetap terjadi. Lain halnya dengan sabar
menjauhi maksiat dan sabar dalam taat, keduanya bersifat ikhtiari (bisa
dihindari). Dengan kata lain, manusia dihadapkan pada pilihan, bisa
melakukan bisa pula tidak.

Dari sini, secara psikologis kita bisa memaknai sabar sebagai sebuah
kemampuan untuk menerima, mengolah, dan menyikapi kenyataan. Dengan kata
lain, sabar adalah upaya menahan diri dalam melakukan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu untuk mencapai ridha Allah.

Jiwa yang tenang

Salah satu ciri orang sabar adalah mampu menempatkan diri dan bersikap
optimal dalam setiap keadaan. Sabar bukanlah sebuah bentuk keputusasaan,
melainkan optimisme yang terukur. Ketika menghadapi situasi di mana kita
harus marah misalnya, maka marahlah secara bijak dan diniatkan untuk
mendapatkan kebaikan bersama. Karena itu, mekanisme sabar dapat
melembutkan hati, menghantarkan sebuah kemenangan yang manis atas dorongan syaithaniyah untuk menuruti ketidakseimbangan hawa nafsu.

Dalam shalat dan proses sabar terintegrasi proses latihan yang meletakkan
kendali diri secara proporsional, mulai dari gerakan (kecerdasan motorik),
inderawi (kecerdasan sensibilitas) , aql, dan pengelolaan nafs menjadi
motivasi yang bersifat muthma'innah. Jiwa yang tenang inilah yang akan
memiliki karakteristik malakut untuk mengekspresikan nilai-nilai kebenaran
absolut. Hai jiwa yang tenang (nafs yang muthmainah). Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang bening dalam ridha-Nya (QS Al Fajr [89]: 27-28).

Orang-orang yang memiliki jiwa muthma'innah pada akhirnya akan mampu
mengaplikasikan nilai-nilai shalat dalam kesehariannya. Nilai shalat
adalah nilai-nilai yang didominasi kesabaran paripurna. Praktiknya
tercermin dari sikap penuh syukur, pemaaf, lemah lembut (hilm), penyayang,
tawakal, merasa cukup dengan yang ada (qana'ah), pandai menjaga kesucian
diri ('iffah), konsisten (istiqamah), dsb.

Tak heran jika Rasulullah SAW, para sahabat dan orang-orang saleh
menjadikan shalat sebagai istirahat, sebagai sarana pembelajaran, sebagai
media pembangkit energi, sebagai sumber kekuatan, dan sebagai pemandu
meraih kemenangan. Ketika mendapat rezeki berlimpah, shalatlah ungkapan
kesyukurannya. Ketika beban hidup semakin berat, shalatlah yang meringankannya. Ketika rasa cemas membelenggu, shalatlah yang
membebaskannya. Khubaib bin Adi dapat kita jadikan teladan.

Ketika akan menjalani dieksekusi mati, seorang dedengkot kafir Quraisy
memberi Khubaib kesempatan untuk mengungkapkan keinginan terakhirnya. Apa
yang ia minta? Ternyata, Khubaib minta diberi kesempatan untuk shalat.
Permintaan itu dikabulkan. Dengan khusyuk ia shalat dua rakaat. Selepas
itu pengagum berat Rasulullah SAW ini berkata, Andai saja aku tidak ingin
dianggap takut dan mengulur-ulur waktu, niscaya akan kuperpanjang lagi
shalatku ini!.

Ya, shalat yang baik akan menghasilkan kemampuan bersabar. Sebaliknya
kesabaran yang baik akan menghasilkan shalat yang berkualitas. Ciri shalat
berkualitas adalah terjadinya dialog dengan Allah sehingga melahirkan
ketenangan di hati. Komunikasi dengan Allah tidak didasari titipan
kepentingan. Dengan terbebas dari gangguan kepentingan tersebut, shalat
akan mencapai derajat komunikasi tertinggi. Komunikasi dengan Dzat Yang
Mahakuasa, Pemilik Alam Semesta.

Siapa pun yang mampu merasakan nikmatnya berdialog dengan Allah SWT,
hingga berbuah pengalaman spiritual yang dalam, niscaya ia tidak akan
sekali pun melalaikan shalat. Ia rela kehilangan apa pun, asal tidak
kehilangan shalat. Jika sudah demikian, pintu pertolongan dari Allah SWT
akan terbuka lebar.

Senin, 22 Juni 2009

Ketika Tamu Bulanan Tiba ;-)

~ Sebab-sebab Lemah Iman Saat Datang Bulan ~

v Minimnya ilmu
v Jauh dari Dzikrullah
v Sibuk dengan dosa


Minimnya Ilmu


Krisis ruhiyah bisa terjadi karena minimnya pengetahuan muslimah terhadap jenis-jenis ibadah, terutama ibadah hati. Padahal ibadah hati lebih luas cakupannya, lebih kontinyu tuntutan untuk dikerjakan dan tetap diperintahkan dalam situasi apapun, termasuk ketika haidh, nifas, maupun junub. Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata, ”Sesungguhnya amal hati lebih agung dan lebih berat daripada amal jawarih (anggota badan).” Beliau juga berkata, ”Amalan hati adalah inti, sedang amal anggota badan mengikuti dan melengkapi.”

Jauh dari Dzikrullah

Berangkat dari minimnya ilmu terhadap jenis ketaatan, maka sibuk dengan perkara yang mubah dan lalai dari dzikrullah juga sering menjadi tradisi wanita yang sedang haidh. Padahal Ibnu Taimiyah-Rahimahullah-berkata, ”Dzikir bagi hati laksana air bagi ikan, maka bagaimana nasib ikan bila dikeluarkan dari air?” Kondisi hati yang tidak disiram dengan dzikir laksana ikan yang diluar air. Cepat atau lambat, ia akan mati. Lebih dari itu, Nabi SAW telah mengumpamakan hati yang kosong dari dzikir bagaikan orang mati,

”perumpamaan orang berdzikir kepada Allah dengan yang tidak berdzikir itu seperti orang yang hidup dan yang mati.” [HR. Bukhary no. 5928].

Tak ada dalil sharih yang melarang wanita haidh untuk berdzikir, menyebut Asma Allah, memuji dan mengingatNya. Tak ada nash, baik Al Qur’an maupun Al Hadits, yang mengecualikan wanita haidh untuk masuk ke dalam golongan ulil albab yang dikabarkan oleh Allah melalui firman-Nya,

”(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi ( seraya berkata ) : ”Wahai Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa api neraka.” ” (Qs. Ali Imran, 3:191)

Sibuk dengan Dosa

Kondisi paling buruk adalah ketika lemah amal hati dan jawarihnya, dalam waktu bersamaan dia bergumul dengan dosa. Jika unsur yang menyehatkan dan menyuburkan hati tidak ada, ditambah dengan penyakit hati yang merata, seberapa kadar harapan dia untuk bisa hidup. Seperti tanaman yang tak diberi pupuk, di tanah yang tak subur, tidak pula di rawat, dalam waktu yang bersamaan hama menyerang di akar, batang, daun dan buahnya. Masihkan diharapkan panennya?
Begitu halnya dengan hati. Padahal ia adalah malikula’dha’ (raja dari anggota badan) dan panglimanya; apa yang dipeintahkan olehnya itulah yang akan dikerjakan anggota badan. Nabi Shallallahu ’Alayhi wa Sallam bersabda,
”Sesuungguhnya didalam jasad ada segumpul darah, yang apabila dia baik niscaya baiklah seluruh jasad dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh jasad, dialah hati.”
[HR. Bukhary no. 50]

Agar kuat Iman saat datang bulan

Kondisi yang rentan dengan penurunan iman mebutuhkan sarana extra untuk mengokohkannya. Bahkan tidak menutup kemungkinan seorang wanita yang haidh mampu mengatrol imannya saat itu, bi-idznillah. Secara ringkas, kiat-kiat itu adalah :

Hendaknya wanita menerima fitrah yang telah Allah tetapkan bagi wanita. Tidak menyesalinya atau ber-su’udzon kepada Allah.

Meluruskan persepsi yang menganggap bahwa masa haidh adalah masa libur wanita dari seluruh ibadah.

Hendaknya menyibukan diri dengan ketaatan kepada Allah. Karena iman akan naik dengan ketaatan dan akan turun karena maksiat.

Menjauhkan diri dari maksiat yang akan berpengaruh kepada anjloknya iman saat datang bulan. Juga perkara mubah yang tidak ada.

Amalan Hati Penyejuk Ruhani

Menghadirkan keikhlasan

Muroqobatullah (merasakan pengawasan Allah)

Muhasabah

Mujahadah

Amal Pilihan Saat Datang Bulan

Istighfar di waktu sahur
Dzikir pagi hari
Dzikir sehari semalam
Dzikir sore hari
Menghidupkan sunnah dan ketaatan
Memulai segala sesuatu dari yang kanan
Taat kepada Suami
Thalabul Ilmu
Bersedekah
Menjauhi perkara sia-sia dan dosa

Minggu, 21 Juni 2009

Mata Air Ridho Salafus Sholeh

Adalah Abu Darda mengunjungi sahabatnya yang menjelang ajal namun malah memuji Allah. Abu Darda berujar, "Anda benar. Sesungguhnya jika Allah menetapkan sesuatu, Dia senang jika diridlai."

Umar bin Abdul Aziz pernah ditanya, "Apa yang paling Anda senangi?", beliau menjawab, "Semua yang ditetapkan oleh Allah.”

Abdul Wahid bin Zaid berkata, "Ridla adalah pintu Allah yang terbesar, surga dunia, dan tempat istirahatnya para ahli ibadah."

Hasan al-Bashriy berkata, "Barangsiapa ridla terhadap ketentuan-Nya, Allah akan meluaskan dan memberkahinya. Begitu pula sebaliknya."

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib mendapati Adiy bin Hatim tengah bersedih. Beliau bertanya, "Mengapa Anda bermuram durja?" Adiy menjawab, "Apa tidak boleh, sedangkan dua anakku baru saja terbunuh, pun mataku baru saja tercungkil?!" Ali bertutur, "Wahai Adiy, barangsiapa ridla terhadap ketetapan Allah maka sesungguhnya ketetapan Allah itu tetap terjadi dan dia mendapat pahala. Dan barangsiapa tidak ridla terhadap ketetapanNya, sesungguh¬nya ketetapanNya tetap terjadi dan amalan orang itu pun terhapus."

Ibnu Mas'ud berkata, "Sesungguhnya Allah -dengan keadilan dan ilmu-Nya- menjadikan kenikmatan dan kegembiraan pada yakin dan ridla, serta menjadikan kesusah¬an dan kesedihan pada keraguan dan kekesalan."

Salafus sholeh berkata, "Di akhirat nanti, tidak ada derajat yang lebih tinggi dari pada yang dimiliki oleh orang-orang yang ridla kepada Allah ta'ala dalam segala situasi. Maka barangsiapa dianugerahi ridla sungguh ia telah mendapatkan derajat yang paling utama."

Kamis, 18 Juni 2009

Sediakan Selalu Ruang untuk Dibenci

"Jangan engkau kira sebuah kata yang keluar dari saudaramu yang mukmin adalah keburukan. sebab bisa jadi ia adalah kebaikan yang ditangguhkan untukmu"(Umar bin Khatab radhiyallahu anhu)

Pasti. Setiap dari kita inginkesesuaian antara kenyataan dan harapan. Kita mendambakanhidup bisa berjalan sesuai dengan apa yang ada di pikiran kita; bahagia, aman dan disenangi semua orang. Tidak ada permusuhan dengan siapapun. Tidk ingin dibenci. Tapi sebaliknya, ingin dicintai dan disukai oleh semua orang.

Tapi kedua sisi yang berlawanan ini; cinta dan benci, ternyata tidak akan pernahbisa berpisah. Ada yang mencintai kita tetapi ada juga yang membenci kita. Adayang kita cinta dan juga ada yang kita benci. Benci selalu lahir, karena ada banyak faktor yang tidak bisa kita hindari.

Tidak ada manusia yang sempurna

Manusia memang diciptakan dalam bentuk yang paling sempurna dibanding ciptaan Alloh swt yang lain. Nmaun manusia tetap memiliki serangkaian kekurangan dalam statusnya sebagai makhluk. Tidak ada manusia yang sempurna, utuh, tanpa cela dan kekurangan.

Yang sempurna hanyalah Alloh swt, Sang Pencipta. Dialah Pemilik Kesempurnaan. Dialah Zat yang tanpa cela. Tanpa kekurangan. Tanpa Kelemehan, dalam sifat, perbuatan, ketentuan, dan hukumanNya, sehingga Dia tidak layak dibenci oleh siapapun. Sedangkan manusia, umumnya makhluk yang mempunyai banyak kelemahan dan keterbatasan, dan Alloh swt telah menegaskan sifat lemah mereka di dalam Al Qur'an, dimana mereka sering mendapatkan dispensasi-dispensasi hukum karena sifat lemah itu. Alloh swt berfirman, "Alloh hendak memberi keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah"
(QS. An Nisa' : 28)

Sifat lemah manusia begitu jelas terlihat ketika mereka terkena musibah, atau tertimpa kesulitan, dimana mereka cenderung suka berkeluh kesah. Karena Alloh swt pun telah melengkapi kelemahan mereka dengan sifat itu. Dia menegaskan, "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat suka mengeluh" (QS. Ma'aarij : 19)

Manusia juga cenderung melakukan penyimpangan dan berlaku sombong seperti disebutkan dalam ayat, "(orang yang membanggakan diri) yaitu orang-orang yang kikir dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Alloh yang telah diberikanNya kepada mereka..." (QS. An Nisa : 37)

Ini hanya sedikit ayat yang menjelaskan dan membuktikan bahwa manusia memang memiliki banyak cela dan kekurangan. Jikapun kita mendapati seseorang, yang menurut penilaian dan pandangan kita nyaris tidak ada kekurangan, mungkin karena kita belum banyak berinteraksi dengannya.

Jika misalnya, suatu saat kita punya kesempatan untuk hidup bersama dengan orang itu, disana kita pasti akan mendapati celah dalam dirinya ternyata orang tersebut punya kekurangan. Kekurangan yang tidak nampak jika kita hanya melihat sekilasnya saja.

Begitu juga sebaliknya, jika kita memberikan penilaian pada seseorang dengan predikat penuh kekurangan, banyak kesalahan, barangkali si sisi lain Alloh swt telah membekalinya dengan serangkaian kelebihan, yang mungkin saja melampui kelebihan-kelebihan yang ada dalam diri kita.

Maka, kalau kita menyadari ini, sangatlah pantas jika kita selalu menyediakan ruang dalam hati untuk dibenci, karena kitapun bukan manusia sempurna. Banyak kekurangan pada diri kita, yang mungkin saja akan tidak disukai oleh orang lain.

jazakallah for someone yang sdh memberi arti tentang kerendahan hati...

Fitnah

Oleh : AS Ibnu Qoyyim

''Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan satu musibah kepada satu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu.'' (QS Alhujurat [49]: 6).

Dalam ayat lain, Allah berfirman, ''Allah tidak menyukai menyebut keburukan orang (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.'' (QS Annisaa' [4] : 148).

Allah SWT memerintahkan umat Islam agar memastikan (tabayyun) terlebih dahulu kebenaran suatu berita yang tersebar. Penyebar berita itu hendaknya kita cari tahu, apakah layak dipercaya atau tidak. Namun tetap saja, unsur baik sangka (husnuzhzhon) ada di urutan pertama.

Selain itu, Allah menekankan pada kita agar tidak mudah membuat tuduhan yang tidak berdasar, seperti mencela orang lain, memaki, menerangkan keburukan orang lain, menyebarluaskan aib, atau menyinggung perasaan. Pengecualian itu semua hanya berlaku bagi orang yang dizalimi, yang diberlakukan secara buruk oleh orang yang menganiayanya.

Rasulullah SAW tidak mudah mendengar kata-kata yang dapat mengeruhkan ukhuwah antarsahabat. Rasulullah SAW bersabda, ''Janganlah ada di antara kalian (para sahabat) yang suka menyampaikan perkara-perkara yang memburukkan sahabat-sahabat lain karena sesungguhnya aku lebih suka jika aku menemukan kalian semua dalam keadaan lapang dada, tanpa prasangka buruk.'' (HR Alkhamsah).

Rasulullah SAW juga melarang para sahabatnya untuk tidak menyebarkan aib orang lain sekalipun kepada Beliau. Perbuatan itu dapat mengarah pada tindakan fitnah.

Pada hakikatnya, fitnah atau tuduh-menuduh lahir dari rasa dengki, sombong, angkuh, tidak menerima kebenaran, dan menganggap orang lain berderajat lebih rendah darinya.

Fitnah adalah tindakan paling kejam yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Bahkan, pembunuhan yang merupakan tindakan kejam dianggap 'kalah kejam' ketimbang fitnah.

Memiliki tabiat fitnah atau tuduh-menuduh akan membawa kita pada kehancuran dan kemusnahan. Tidak ada sedikit pun keuntungan yang diperoleh dari sifat buruk itu.

Karena itu, Alquran menganjurkan kepada kita untuk berhati-hati dalam menerima berita yang belum dapat dipastikan kebenaran dan asal-usulnya. Ingat selalu firman-Nya, ''.... Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya.'' (QS Al-Isra' [17]: 36).

Wallahu a'lam bish-shawab.

Rabu, 17 Juni 2009

Seindah Apapun ...


Sebuah persembahan untuk setiap insan yang mendambakan keindahan dankebahagiaan..

Seindah dan semanis apapun madu didunia ini, takkan bisa menandingi manisnya iman..

Seindah apapun musik didunia ini dari Jazz sampai Love Song,takkan bisa menyaingi indahnya dan nikmatnya lantunan ayat suciAl-Qur'an..

Seindah dan se-happy apapun cinta didunia ini, takkan bisa menandingi kenikmatan mencintai Allah dan Rasul-Nya..

Seindah dan senyaman apapun kendaraan didunia ini dari Jaguar sampaiMercedes, takkan bisa menyamai indahnya sendal yang berjalan dijalan yang lurus menuju rumahNya (masjid)..

Seindah dan semulus apapun jalan raya didunia ini, takkan bisa menyaingi indahnya jalan menuju Ridho Allah semata..

Seindah dan seadem apapun naungan pohon yang rindang didunia ini, takkan bisa menandingi naungankasih sayang Allah!

Seindah apapun film true story didunia ini, takkan bisa menandingi film true storynya Rasulullah SAW semenjak didalam kandungan hingga wafat..

Seindah apapun perlombaan didunia ini, takkan bisa menandingiindahnya berlomba-lomba dalam kebaikan..

Seindah apapun kemenangan dan kesuksesan didunia ini, takkan bisamenyaingi keindahan kemenangan menegakkan kalimah Allah...

Seindah dan seluas apapun gedung didunia ini, takkan bisa menandingikeindahan dan kelapangan rumah-rumah Allah..

Seindah dan secantik apapunbidadari syurga, takkan bisa menyaingi pesona dan kecantikan hatiseorang wanita muslimah yang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia..

Seindah dan setampan apapun pria didunia ini, takkan bisa menyaingiindahnya cahaya diwajah seorang muslim yang menjadikan AlQur'an sebagaijiwanya..

Seindah dan semenawan apapun pakaian didunia ini, takkan bisa menyaingimenawannya pakaian Taqwa..

Seindah dan seceria apapun mengecek daftaraset kekayaan yang semakin meningkat, takkan bisa menyaingi keceriaanmelihat daftar aset amal baik yang melebihi amalan buruk pada haripengadilan..

Seindah dan seharu apapun menonton film romantis HappyEnding yang bikin menangis, takkan bisa menandingi kebahagiaan menontonfilm kehidupan sendiri yang Husnul khotimah alias Happy Ending dikehidupan abadi..amin

Seindah dan selezat apapun makanan didunia ini, takkan bisa menyaingikelezatan dan keberkahan makanan yang dihasilkan dari harta yang halaldan disajikan oleh istri sholehah..

Seindah dan sebagus apapun pendidikansekolah dan universitas di dunia ini, takkan bisa mengalahkan pendidikansekolah ibunda tersayang..

Seindah dan semegah apapun rumah yang dihuni, takkan bisa menyaingiketentraman rumah yang selalu dibacakan ayat suci AlQur'an..

Seindah danseborju apapun rumah tangga, takkan bisa menyaingi keromantisan rumahtangga yang diselimuti pengertian dan saling mengalah..

Seindah dan semujarab apapun Obat stress didunia ini, takkan bisamenandingi indahnya senyuman seorang istri menyambut suaminya yangpulang membawa stress dari pekerjaan..

Seindah dan semanjur apapun creampenghalus dan pemutih wajah, takkan bisa menyaingi kesejukan air wudhuyang membasuhi wajah di sepertiga malam terakhir..

Seindah dan semanjur apapun obat Awet muda, takkan bisa menyaingiindahnya mendambakan muda abadi disyurga..

Seindah dan setajam apapun pedang didunia ini, takkan bisa menandingitajamnya penglihatan seseorang yg melihat dengan cahaya Allah..

Seindahdan seenak apapun aktivitas dan pekerjaan manusia didunia ini, takkanbisa menandingi keindahan dan kenikmatan sujud meminta ampun pada Sang Khaliq

Seindah dan senikmat apapun mengingat kekasih yang tersayang, takkanbisa menyaingi kenikmatan mengingat Yang Maha Penyayang!

Seindah dan sebahagia apapun rindunya bertemu sang kekasih, takkan bisamenyaingi kebahagiaan merindukan pertemuan dengan yang Maha Pengasih!

Seindah dan sebahagia apapun menerima raport hasil ujian dengan nilaitinggi, takkan bisa menandingi kebahagiaan menerima hasil ujian hidupdihari akhir dengan tangan kanan!

Seindah dan seceria apapun menerima gaji bulanan dengan puas, takkanbisa menyaingi kepuasan menerima ganjaran dan balasan amal baik di hariakhir..

Seindah apapun pemandangan alam semesta, takkan bisa menandingikeindahan pesona melihat wajah Allah di syurga! bagi orang-orangmu'min..

Ridho Tertinggi, Sabar Terendah

~Ibnu Qayyim al-Jauziyah~

Sehubungan dengan apa yang tidak disukainya, seorang hamba boleh menempati salah satu dari dua derajat ini; Ridla atau Sabar. Ridla adalah yang lebih utama. Adapun sabar hukumnya wajib bagi setiap insan yang beriman.

Mereka yang ridla adalah mereka yang dapat menghayati hikmah dan kebaikan Dzat yang mendatangkan ujian. Mereka tidak berburuk sangka kepadaNya. Di saat yang lain menghayati betapa Dia Maha Agung, Maha Mulia, dan Maha Sempurna. Ia terhanyut dalam persaksian-Nya atas semua itu, sehingga ia tidak lagi merasakan derita. Hanyasaja, hanya mereka yang benar-benar berma'rifah dan bermahabbah saja yang dapat mencapai tingkatan ini. Mereka -bahkan- dapat menikmati musibah yang menimpa mereka, karena mereka tahu bahwa musibah itu datang dari Dzat yang dicintainya. .

Sabar berbeda dengan ridla. Sabar adalah menahan diri dari amarah dan kekesalan ketika merasa sakit sambil berharap derita itu segera hilang. Ridla adalah berlapang dada atas ketetapan Allah dan membiarkan keberadaan rasa sakit, walaupun ia merasakannya. Keridlaannya meringan¬kan deritanya. Karena hatinya dipenuhi oleh ruh yakin dan ma'rifah. Bila ridla semakin kuat, ia mampu menepis seluruh rasa sakit dan derita.

Tuluskah Hatimu...??

siapa saya yang menilai atau menghakimi seseorang?

Kalimat di atas sering sekali kita dengar. Barangkali pun sering kita ucapkan.
Ketulusan adalah sesuatu yang seharusnya juga kita masukkan dalam kalimat di atas.

sehingga secara implisit kalimatnya menjadi:
siapa saya yang bisa menilai ketulusan seseorang, atau menghakimi tulus tidaknya seseorang?

Seperti juga keikhlasan, ketulusan (yang saya anggap part dari ikhlas) adalah sesuatu yang tidak memiliki alat ukur yang jelas.
lalu apa indikator seseorang tidak tulus? apa indikator seseorang tulus? adakah tips-tips mengenali bentuk ketulusan or ketidaktulusan ini?

Saya tidak tahu jawabannya. Saya lebih khawatir pada kesalahan saya mengenali bentuk ketulusan, dibandingkan mengkhawatirkan ketulusan orang-orang yang memasang wajah tulus di hadapan saya.

Kenapa?Sebab apakah mereka tulus atau tidak, sama sekali bukan urusan saya.
Jika mereka tidak tulus, maka itu tidak akan merugikan saya… tidak membuat saya menjadi orang yang lebih besar atau menjadi orang yang lebih kecil.
Sebab kita sendiri yang menentukan, akan jadi manusia yang lebih besarkah kita, atau sebaliknya. Bukan orang lain.

Katakanlah seseorang memberi pujian untuk kita.
“Wah, mbak cantik sekali. Lebih cantik dari yang saya dengar…”

Apakah mereka tulus mengungkapkan itu?
Ah, apa artinya mereka tulus ketika memuji atau tidak?
Sebab toh jika mereka tulus, pujian tersebut tidak membuat kita bertambah cantik.
Adapun jika mereka hanya mencari bahan obrolan, atau berusaha lebih dekat, atau mengambil hati kita dengan kalimat itu, saya kira ini kreativitas seseorang yang tidak menyakitkan.

Bagaimana jika mereka mengatakan hal itu justru untuk mengecilkan hati kita. Jahatnya begitu. Sebab kita yang tiap hari bercermin tahu betul apa kata cermin tentang diri kita. Dan kita misalnya sama sekali tidak masuk kriteria cantik secara fisik. Apakah kita harus merasa sedih atau marah karena mereka tidak tulus? Justru mungkin diam-diam menertawakan kita di belakang?

Ah, terus kenapa pula jika mereka memang menertawakan kita, jika mereka tidak tulus? Apakah kita menjadi lebih kecil dan tidak berarti? Tentu tidak. Arti diri kita, nilai diri kita… kitalah yang menentukan. Sepenuhnya di tangan kita. Bukan tangan orang lain.

“Dia bilang saya hebat, padahal dia tahu proyek saya gagal… “
“Dia Cuma pura-pura manis depan saya, padahal maksudnya…”
“Dia kan begitu hanya untuk bisnis, ramahnya untuk kepentingan-kepentingan tertentu…”

Katakanlah mereka benar tidak tulus terhadap kita… lalu kenapa? Apa ruginya?
Bahwa manusia berusaha lebih kreatif, berusaha melancarkan bisnis, berusaha untuk kehidupannya, apakah itu menjadikan mereka manusia yang tidak baik? Tidakkah kita pun akan menjaga sikap kita, bahkan pada orang yang tidak kita sukai, namun punya pengaruh? Sebab ini adalah upaya survive dalam kehidupan, tahu bagaimana beradaptasi. Tentu kita juga tahu bagaimana mencapai itu tanpa terjebak menjadi munafik.

Tentu saja, seharusnya seseorang tulus dengan apa yang dia ucapkan, dengan apa yang dia lakukan…

Tetapi kalau mereka memiliki alasan lain, tidak berarti mereka tidak tulus. Atau bahkan jika mereka benar-benar tidak tulus… Biarlah.

Kenapa harus kita membiarkan bisikan-bisikan tadi justru merusak hati, dan malah melawan prinsip yang pernah kita tanamkan dalam hati kita:
siapa saya yang menilai atau menghakimi seseorang?

Dengan menilai orang lain tidak tulus, menilai orang lain bermaksud ini itu, memiliki kepentingan-kepentingan tertentu… mungkin kita benar. Lalu jika benar, apa poin lebih bagi kita?

TAPI, bagaimana kalau kita salah menilai? Semua yang kita anggap sebagai bagian dari ketidaktulusan justru merupakan ketulusan?

Ahh, apa pula arti ketulusan?
Apakah ketulusan harus sesuai dengan apa yang KITA inginkan? Sesuai dengan definisi dan batasan-batasan KITA tentukan? Sehingga jika ada yang melakukan sesuatu di luar rambu-rambu yang KITA tetapkan, kita anggap tidak tulus?

“Kalau dia tulus harusnya dia begini dong…”
”Kalau tulus dia nggak mungkin begitu…”

Kenapa ketulusan harus kita yang menjadi juri. Harus menurut kacamata kita?
Lalu di mana kita meletakkan poin, menghormati sebuah perbedaan? Bahwa ada orang lain yang memang berbeda, bahasa, budaya, agama…

Ketika seseorang memilih bersikap berbeda semata-mata karena upayanya menjadi hamba Allah yang lebih baik, dan bukan karena alasan-alasan lain, tanpa bermaksud menyakiti orang lain. Jika kemudian sikapnya tidak sesuai dengan keinginan kita, kacamata kita, atau apa yang kita percayai, apakah dia menjadi tidak tulus?

Ketulusan itu, biarlah Dia yang menilai sepenuhnya.
Sebab memang terlalu rumit untuk kacamata manusia.

Manusia dengan kemampuan pikir, hanya boleh berasumsi, boleh mengira-ira. Tapi dengan tetap menghidupkan kesadaran:
Allah, betapa terbatasnya mata kita, betapa luasnya pandanganMU.

Terbukti, kita seringkali salah menilai seseorang…

“Saya kira dia suka ini… ternyata tidak.”
“Kelihatannya orangnya pendiam, ya… ternyata kok rame.”

Begitu banyak ternyata-ternyata lain.

Buat saya, saya tidak ingin meletakkan kebahagiaan saya, di tangan orang lain. Sebuah pujian tidak akan membuat saya bertambah kaya, sebab saya tahu… di mataNYA, begitu banyak cela dan cacat saya, begitu banyak ketidaksempurnaan saya, begitu kecilnya saya…

Tetapi, sebuah ketidaktulusan, juga tidak boleh menyakiti saya, apalagi mengubah dunia saya. Ikhlaskan saja…
Tapi jadikan ketidaktulusan yang kamu temui, apakah asumsi atau kemudian terbukti, di mana saja… kapan saja… siapapun yang melakukannya, sebagai pelajaran dan bekal, untuk menjadi lebih tulus dari kemarin.

Sebab saya tidak ingin membuat hati-hati lain retak karena saya bersikap tidak tulus.
Saya yang harus tulus. Bukan orang lain.
Saya yang tidak boleh tidak tulus, bukan orang lain.

Sebab saya yang akan bertanggung jawab terhadap ketulusan atau ketidaktulusan saya, di mahkamahNya nanti. Saya, bukan yang lain…

---Asma Nadia---

Senin, 15 Juni 2009

Lima Kunci Pengokoh Jiwa Penenang Bathin

Bismillahirrahmanirrahiim...

1. Aku Harus Siap Menghadapi Hidup ini, Apapun Yang Terjadi

Hidup di dunia ini hanya satu kali, aku tak boleh gagal dan sia-sia tanpa guna.Tugasku adalah menyempurnakan niat dan ikhtiar, perkara apapun yang terjadi kuserahkan kepada Allah Yang Maha Tahu yang terbaik bagiku. Aku harus selalu sadar sepenuhnya bahwa yang terbaik menurutku belum tentu yang terbaik menurut Allah SWT. Bahkan sangat mungkin aku terkecoh oleh keinginan dan harapanku sendiri. Pengetahuan tentang diriku atau tentang apapun amat terbatas sedangkan pengetahuan Allah menyelimuti segalanya, Dia tahu awal, akhir dan segala-galanya.Sekali lagi betapapun aku sangat menginginkan sesuatu, tetap hatiku harus kupersiapkan untuk menghadapi kenyataan yang tak sesuai dengan harapanku.Karena mungkin itulah yang terbaik bagiku.

2. Aku Harus Rela Dengan Kenyataan Yang Terjadi

Bila sesuatu terjadi, yaa?.. inilah kenyataan dan episode hidup yang harus kujalani.Aku harus menikmatinya, dan aku tak boleh larut dalam kekecewaan berlama -lama, kecewa, dongkol, sakit hati tak akan merobah apapun selain menyengsarakan diriku sendiri, dongkol begini, tak dongkol juga tetap begini.Hatiku harus realistis menerima kenyataan yang ada, namun tubuh serta pikiranku harus tetap bekerja keras mengatasi dan menyelesaikan masalah ini.Bila nasi telah menjadi bubur, maka aku harus mencari ayam, cakweh, kacang polong, kecap,seledri, bawang goreng dan sambal agar bubur ayam spesial tetap dapat kunikmati.

3. Aku Tak Boleh Mempersulit Diri

Aku harus yakin bahwa hidup ini bagai siang dan malam pasti silih berganti. Tak mungkin siang terus-menerus dan tak mungkin juga malam terus-menerus, pasti setiap kesenangan ada ujungnya begitupun masalah yang menimpaku pasti ada akhirnya, aku harus sangat sabar menghadapinya.Akupun harus yakin bahwa setiap musibah terjadi dengan ijin Allah Yang Maha Adil, pasti sudah diukur dengan sangat cermat oleh-Nya tak mungkin melampaui batas kemampuanku, karena Dia tak pernah mendzalimi hamba-hamba- Nya.Aku tak boleh mendzalimi diriku sendiri, dengan pikiran buruk yang mempersulit dan menyengsarakan diri, pikiranku harus tetap jernih, terkendali, tenang dan proporsional,aku tak boleh terjebak mendramatisir masalah.Aku harus berani menghadapi persoalan demi persoalan, tak boleh lari dari kenyataan,karena lari sama sekali tak menyelesaikan bahkan sebaliknya hanya akan menambah masalah. Semua harus dengan tegar kuhadapi dengan baik, aku tak boleh menyerah, aku tak boleh kalah.Mesti segala sesuatu akan ada akhirnya, begitupun persoalan yang kuhadapi seberat apapun seperti yang dijanjikan Allah " Fainnama'al usri yusron innama'al 'usri yusron" dan sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan, bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Janji yang tak pernah mungkin dipungkiri oleh Allah SWT.

4. Evaluasi Diri

Segala yang terjadi mutlak adalah ijin Allah SWT, dan Allah tak mungkin berbuat sesuatu yang sia-sia.Pasti ada hikmah dibalik setiap kejadian, sepahit apapun pasti ada kebaikan yang terkandung di dalamnya, bila disikapi dengan sabar dan benar.Harus kurenungkan mengapa Allah menakdirkan semua ini menimpaku, bisa jadi peringatan atas dosa-dosa kita, kelalaianku atau mungkin, saat kenaikan kedudukanku disisi Allah.Mungkin aku harus berpikir keras untuk menemukan kesalahan yang kuperbaiki.Setiap kejadian bagai cermin pribadiku, aku tak boleh gentar dengan kekurangan dan kesalahan yang telah terjadi, yang penting kini aku mengetahui diriku yang sebenarnya dan aku bertekad sekuat tenaga untuk memperbaikinya, Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat.

5. Alloh-lah Satu-satunya Penolongku

Aku harus yakin kalaupun bergabung seluruh manusia dan jin untuk menolongku tak mungkin terjadi apapun tanpa ijin-Nya.Hatiku harus bulat total dan yakin seyakin-yakinnya, bahwa hanya Allahlah satunya-satunya yang dapat menolong memberi jalan keluar terbaik dari setiap urusan.Tidak ada yang mustahil bagi-Nya, karena segala-galanya adalah milik-Nya, dan sepenuhnya dalam kekuasaan-Nya.Tak ada yang dapat menghalangi jikalau Dia akan menolong hamba-hamba- Nya, Dialah yang mengatur segala sebab datangnya pertolongan- Nya.Oleh karena itu aku harus benar-benar berjuang, berikhtiar untuk mendekati-Nya dengan mengamalkan apapun yang disukai-Nya dan melepaskan hati ini dari ketergantungan selain-Nya,karena selain Dia hanyalah sekedar makhluk yang tak berdaya tanpa kekuatan dari-Nya.Ingatlah selalu janji-Nya "Barang siapa yang bertaqwa kepada-Ku, niscaya Ku beri jalan keluar dari setiap urusannya dan Kuberi rizki / pertolongan dari tempat yang tak terduga, dan barang siapa yang bertawakal kepada-Ku, Niscaya akan Kucukupi segala kebutuhannya" . (At-Thalaq : 2-3)Semoga 5 kunci diatas dapat menenangkan hati yang sedang galau, cemas, was-was, khawatir yang berlebihan dan pengobat stress. Ingat hanya dengan dzikrullah / mengingat Allah hati akan menjadi tenang.

sumber : KH. Abdulah Gymnastiar.