Rabu, 10 Maret 2010

Tips Sabar : Bersabar Ketika Disakiti Orang Lain

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu seorang hamba untuk dapat melaksanakan kesabaran jenis kedua (yaitu bersabar ketika disakiti orang lain, ed). [Di antaranya adalah sebagai berikut:]

Pertama, hendaknya dia mengakui bahwa Allah ta’ala adalah Zat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan keinginannya. Maka segala sesuatu yang dikehendaki Allah untuk terjadi, pasti akan terjadi. Dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki Allah untuk terjadi, maka pasti tidak akan terjadi. Sehingga, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (semut kecil, ed) yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak Allah. Oleh karenanya, hamba adalah ‘alat’. Lihatlah kepada Zat yang menjadikan pihak lain menzalimimu dan janganlah anda melihat tindakannya terhadapmu. (Apabila anda melakukan hal itu), maka anda akan terbebas dari segala kedongkolan dan kegelisahan.

Kedua, hendaknya seorang mengakui akan segala dosa yang telah diperbuatnya dan mengakui bahwasanya tatkala Allah menjadikan pihak lain menzalimi (dirinya), maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah dia perbuat sebagaimana firman Allah ta’ala,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuura: 30).

Apabila seorang hamba mengakui bahwa segala musibah yang menimpanya dikarenakan dosa-dosanya yang telah lalu, maka dirinya akan sibuk untuk bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosanya yang menjadi sebab Allah menurunkan musibah tersebut. Dia justru sibuk melakukan hal itu dan tidak menyibukkan diri mencela dan mengolok-olok berbagai pihak yang telah menzaliminya.

(Oleh karena itu), apabila anda melihat seorang yang mencela manusia yang telah menyakitinya dan justru tidak mengoreksi diri dengan mencela dirinya sendiri dan beristighfar kepada Allah, maka ketahuilah (pada kondisi demikian) musibah yang dia alami justru adalah musibah yang hakiki. (Sebaliknya) apabila dirinya bertaubat, beristighfar dan mengucapkan, “Musibah ini dikarenakan dosa-dosaku yang telah saya perbuat.” Maka (pada kondisi demikian, musibah yang dirasakannya) justru berubah menjadi kenikmatan.

Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu pernah mengatakan sebuah kalimat yang indah,

لاَ يَرْجُوَنَّ عَبْدٌ إِلاَّ رَبَّهُ لاَ يَخَافَنَّ عَبْدٌ إلَّا ذَنْبَهُ

“Hendaknya seorang hamba hanya berharap kepada Rabb-nya dan hendaknya dia takut terhadap akibat yang akan diterima dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.”[1]

Dan terdapat sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dan selainnya, beliau mengatakan,

مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إلَّا بِذَنْبِ وَلَا رُفِعَ إلَّا بِتَوْبَةِ

“Musibah turun disebabkan dosa dan diangkat dengan sebab taubat.”

Ketiga, hendaknya seorang mengetahui pahala yang disediakan oleh Allah ta’ala bagi orang yang memaafkan dan bersabar (terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya). Hal ini dinyatakan dalam firman-Nya,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Asy Syuura: 40).

Ditinjau dari segi penunaian balasan, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu [1] golongan yang zalim karena melakukan pembalasan yang melampaui batas, [2] golongan yang moderat yang hanya membalas sesuai haknya dan [3] golongan yang muhsin (berbuat baik) karena memaafkan pihak yang menzalimi dan justru meniggalkan haknya untuk membalas. Allah ta’ala menyebutkan ketiga golongan ini dalam ayat di atas, bagian pertama bagi mereka yang moderat, bagian kedua diperuntukkan bagi mereka yang berbuat baik dan bagian akhir diperuntukkan bagi mereka yang telah berbuat zalim dalam melakukan pembalasan (yang melampaui batas).

(Hendaknya dia juga) mengetahui panggilan malaikat di hari kiamat kelak yang akan berkata,

أَلاَ لِيَقُمْ مَنْ وَجَبَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

“Perhatikanlah! Hendaknya berdiri orang-orang yang memperoleh balasan yang wajib ditunaikan oleh Allah!”[2]

(Ketika panggilan ini selesai dikumandangkan), tidak ada orang yang berdiri melainkan mereka yang (sewaktu di dunia termasuk golongan) yang (senantiasa) memaafkan dan bersabar (terhadap gangguan orang lain kepada dirinya).

Apabila hal ini diiringi dengan pengetahuan bahwa segala pahala tersebut akan hilang jika dirinya menuntut dan melakukan balas dendam, maka tentulah dia akan mudah untuk bersabar dan memaafkan (setiap pihak yang telah menzaliminya).

Keempat, hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hatinya selamat dari (berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudaranya) serta hatinya akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat (kepada pihak yang menzaliminya). (Sehingga) dia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.

Manfaat di atas tentu tidak sebanding dengan “kenikmatan dan manfaat” yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya, (dengan perbuatan di atas), dia (dapat) tercakup dalam firman Allah ta’ala,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134).

(Dengan melaksanakan perbuatan di atas), dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai Allah. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian satu dinar, namun dia malah menerima ganti puluhan ribu dinar. (Dengan demikian), dia akan merasa sangat gembira atas karunia Allah yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.

Kelima, hendaknya dia mengetahui bahwa seorang yang melampiaskan dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya. Apabila dia memaafkan, maka Allah justru akan memberikan kemuliaan kepadanya. Keutamaan ini telah diberitakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui sabdanya,

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

“Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh Allah kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.”[3]

(Berdasarkan hadits di atas) kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu (tentu) lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam. Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin. (Sedangkan) sikap memaafkan (terkadang) merupakan kehinaan di dalam batin, namun mewariskan kemuliaan lahir dan batin.

Keenam, -dan hal ini merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat-, yaitu hendaknya dia mengetahui bahwa setiap balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan. (Hendaknya dia menyadari) bahwa dirinya adalah seorang yang zalim lagi pendosa. Begitupula hendaknya dia mengetahui bahwa setiap orang yang memaafkan kesalahan manusia terhadap dirinya, maka Allah pun akan memaafkan dosa-dosanya. Dan orang yang memohonkan ampun setiap manusia yang berbuat salah kepada dirinya, maka Allah pun akan mengampuninya. Apabila dia mengetahui pemaafan dan perbuatan baik yang dilakukannya kepada berbagai pihak yang menzalimi merupakan sebab yang akan mendatangkan pahala bagi dirinya, maka tentulah (dia akan mudah) memaafkan dan berbuat kebajikan dalam rangka (menebus) dosa-dosanya. Manfaat ini tentu sangat mencukupi seorang yang berakal (agar tidak melampiaskan dendamnya).

Ketujuh, hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dirinya disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, maka waktunya akan terbuang sia-sia dan hatinya pun akan terpecah (tidak dapat berkonsentrasi untuk urusan yang lain-pent). Berbagai manfaat justru akan luput dari genggamannya. Dan kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang menzhaliminya. Apabila dia memaafkan, maka hati dan fisiknya akan merasa “fresh” untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi dirinya daripada sekedar mengurusi perkara pelampiasan dendam.

Kedelapan, sesungguhnya pelampiasan dendam yang dilakukannya merupakan bentuk pembelaan diri yang dilandasi oleh keinginan melampiaskan hawa nafsu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi, padahal menyakiti beliau termasuk tindakan menyakiti Allah ta’ala dan menyakiti beliau termasuk di antara perkara yang di dalamnya berlaku ketentuan ganti rugi.

Jiwa beliau adalah jiwa yang termulia, tersuci dan terbaik. Jiwa yang paling jauh dari berbagai akhlak yang tercela dan paling berhak terhadap berbagai akhlak yang terpuji. Meskipun demikian, beliau tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi (jiwanya) (terhadap berbagai pihak yang telah menyakitinya).

Maka bagaimana bisa salah seorang diantara kita melakukan pembalasan dan pembelaan untuk diri sendiri, padahal dia tahu kondisi jiwanya sendiri serta kejelekan dan aib yang terdapat di dalamnya? Bahkan, seorang yang arif tentu (menyadari bahwa) jiwanya tidaklah pantas untuk menuntut balas (karena aib dan kejelekan yang dimilikinya) dan (dia juga mengetahui bahwa jiwanya) tidaklah memiliki kadar kedudukan yang berarti sehingga patut untuk dibela.

Kesembilan, apabila seorang disakiti atas tindakan yang dia peruntukkan kepada Allah (ibadah-pent), atau dia disakiti karena melakukan ketaatan yang diperintahkan atau karena dia meninggalkan kemaksiatan yang terlarang, maka (pada kondisi demikian), dia wajib bersabar dan tidak boleh melakukan pembalasan. Hal ini dikarenakan dirinya telah disakiti (ketika melakukan ketaatan) di jalan Allah, sehingga balasannya menjadi tanggungan Allah.

Oleh karenanya, ketika para mujahid yang berjihad di jalan Allah kehilangan nyawa dan harta, mereka tidak memperoleh ganti rugi karena Allah telah membeli nyawa dan harta mereka.

Dengan demikian, ganti rugi menjadi tanggungan Allah, bukan di tangan makhluk. Barangsiapa yang menuntut ganti rugi kepada makhluk (yang telah menyakitinya), tentu dia tidak lagi memperoleh ganti rugi dari Allah. Sesungguhnya, seorang yang mengalami kerugian (karena disakiti) ketika beribadah di jalan Allah, maka Allah berkewajiban memberikan gantinya.

Apabila dia tersakiti akibat musibah yang menimpanya, maka hendaknya dia menyibukkan diri dengan mencela dirinya sendiri. Karena dengan demikian, dirinya tersibukkan (untuk mengoreksi diri dan itu lebih baik daripada) dia mencela berbagai pihak yang telah menyakitinya.

Apabila dia tersakiti karena harta, maka hendaknya dia berusaha menyabarkan jiwanya, karena mendapatkan harta tanpa dibarengi dengan kesabaran merupakan perkara yang lebih pahit daripada kesabaran itu sendiri.

Setiap orang yang tidak mampu bersabar terhadap panas terik di siang hari, terpaan hujan dan salju serta rintangan perjalanan dan gangguan perampok, maka tentu dia tidak usah berdagang.

Realita ini diketahui oleh manusia, bahwa setiap orang yang memang jujur (dan bersungguh-sungguh) dalam mencari sesuatu, maka dia akan dianugerahi kesabaran dalam mencari sesuatu itu sekadar kejujuran (dan kesungguhan) yang dimilikinya.

Kesepuluh, hendaknya dia mengetahui kebersamaan, kecintaan Allah dan ridla-Nya kepada dirinya apabila dia bersabar. Apabila Allah membersamai seorang, maka segala bentuk gangguan dan bahaya -yang tidak satupun makhluk yang mampu menolaknya- akan tertolak darinya. Allah ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

“Allah menyukai orang-orang yang bersabar.” (QS. Ali ‘Imran: 146).

Kesebelas, hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran merupakan sebagian daripada iman. Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak mengganti sebagian iman tersebut dengan pelampiasan dendam. Apabila dia bersabar, maka dia telah memelihara dan menjaga keimanannya dari aib (kekurangan). Dan Allah-lah yang akan membela orang-orang yang beriman.

Kedua belas, hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran yang dia laksanakan merupakan hukuman dan pengekangan terhadap hawa nafsunya. Maka tatkala hawa nafsu terkalahkan, tentu nafsu tidak mampu memperbudak dan menawan dirinya serta menjerumuskan dirinya ke dalam berbagai kebinasaan.

Tatkala dirinya tunduk dan mendengar hawa nafsu serta terkalahkan olehnya, maka hawa nafsu akan senantiasa mengiringinya hingga nafsu tersebut membinasakannya kecuali dia memperoleh rahmat dari Rabb-nya.

Kesabaran mengandung pengekangan terhadap hawa nafsu berikut setan yang (menyusup masuk di dalam diri). Oleh karenanya, (ketika kesabaran dijalankan), maka kerajaan hati akan menang dan bala tentaranya akan kokoh dan menguat sehingga segenap musuh akan terusir.

Ketiga belas, hendaknya dia mengetahui bahwa tatkala dia bersabar , maka tentu Allah-lah yang menjadi penolongnya. Maka Allah adalah penolong bagi setiap orang yang bersabar dan memasrahkan setiap pihak yang menzaliminya kepada Allah.

Barangsiapa yang membela hawa nafsunya (dengan melakukan pembalasan), maka Allah akan menyerahkan dirinya kepada hawa nafsunya sendiri sehingga dia pun menjadi penolongnya.

Jika demikian, apakah akan sama kondisi antara seorang yang ditolong Allah, sebaik-baik penolong dengan seorang yang ditolong oleh hawa nafsunya yang merupakan penolong yang paling lemah?

Keempat belas, kesabaran yang dilakukan oleh seorang akan melahirkan penghentian kezhaliman dan penyesalan pada diri musuh serta akan menimbulkan celaan manusia kepada pihak yang menzalimi. Dengan demikian, setelah menyakiti dirinya, pihak yang zhalim akan kembali dalam keadaan malu terhadap pihak yang telah dizaliminya. Demikian pula dia akan menyesali perbuatannya, bahkan bisa jadi pihak yang zalim akan berubah menjadi sahabat karib bagi pihak yang dizhalimi. Inilah makna firman Allah ta’ala,

ô ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

“Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushshilaat: 34-35).

Kelima belas, terkadang pembalasan dendam malah menjadi sebab yang akan menambah kejahatan sang musuh terhadap dirinya. Hal ini juga justru akan memperkuat dorongan hawa nafsu serta menyibukkan pikiran untuk memikirkan berbagai bentuk pembalasan yang akan dilancarkan sebagaimana hal ini sering terjadi.

Apabila dirinya bersabar dan memaafkan pihak yang menzhaliminya, maka dia akan terhindar dari berbagai bentuk keburukan di atas. Seorang yang berakal, tentu tidak akan memilih perkara yang lebih berbahaya.

Betapa banyak pembalasan dendam justru menimbulkan berbagai keburukan yang sulit untuk dibendung oleh pelakunya. Dan betapa banyak jiwa, harta dan kemuliaan yang tetap langgeng ketika pihak yang dizalimi menempuh jalan memaafkan.

Keenam belas, sesungguhnya seorang yang terbiasa membalas dendam dan tidak bersabar mesti akan terjerumus ke dalam kezaliman. Karena hawa nafsu tidak akan mampu melakukan pembalasan dendam dengan adil, baik ditinjau dari segi pengetahuan (maksudnya hawa nafsu tidak memiliki parameter yang pasti yang akan menunjukkan kepada dirinya bahwa pembalasan dendam yang dilakukannya telah sesuai dengan kezaliman yang menimpanya, pent-) dan kehendak (maksudnya ditinjau dari segi kehendak, hawa nafsu tentu akan melakukan pembalasan yang lebih, pent-).

Terkadang, hawa nafsu tidak mampu membatasi diri dalam melakukan pembalasan dendam sesuai dengan kadar yang dibenarkan, karena kemarahan (ketika melakukan pembalasan dendam) akan berjalan bersama pemiliknya menuju batas yang tidak dapat ditentukan (melampaui batas, pent-). Sehingga dengan demikian, posisi dirinya yang semula menjadi pihak yang dizalimi, yang menunggu pertolongan dan kemuliaan, justru berubah menjadi pihak yang zalim, yang akan menerima kehancuran dan siksaan.

Ketujuh belas, kezaliman yang diderita akan menjadi sebab yang akan menghapuskan berbagai dosa atau mengangkat derajatnya. Oleh karena itu, apabila dia membalas dendam dan tidak bersabar, maka kezaliman tersebut tidak akan menghapuskan dosa dan tidakpula mengangkat derajatnya.

Kedelapan belas, kesabaran dan pemaafan yang dilakukannya merupakan pasukan terkuat yang akan membantunya dalam menghadapi sang musuh.

Sesungguhnya setiap orang yang bersabar dan memaafkan pihak yang telah menzaliminya, maka sikapnya tersebut akan melahirkan kehinaan pada diri sang musuh dan menimbulkan ketakutan terhadap dirinya dan manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan tinggal diam terhadap kezaliman yang dilakukannya tersebut, meskipun pihak yang dizalimi mendiamkannya. Apabila pihak yang dizalimi membalas dendam, seluruh keutamaan itu akan terluput darinya.

Oleh karena itu, anda dapat menjumpai sebagian manusia, apabila dia menghina atau menyakiti pihak lain, dia akan menuntut penghalalan dari pihak yang telah dizaliminya. Apabila pihak yang dizalimi mengabulkannya, maka dirinya akan merasa lega dan beban yang dahulu dirasakan akan hilang.

Kesembilan belas, apabila pihak yang dizalimi memaafkan sang musuh, maka hati sang musuh akan tersadar bahwa kedudukan pihak yang dizalimi berada di atasnya dan dirinya telah menuai keuntungan dari kezaliman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, sang musuh akan senantiasa memandang bahwa kedudukan dirinya berada di bawah kedudukan pihak yang telah dizaliminya. Maka tentu hal ini cukup menjadi keutamaan dan kemuliaan dari sikap memaafkan.

Kedua puluh, apabila seorang memaafkan, maka sikapnya tersebut merupakan suatu kebaikan yang akan melahirkan berbagai kebaikan yang lain, sehingga kebaikannya akan senantiasa bertambah.

Sesungguhnya balasan bagi setiap kebaikan adalah kontinuitas kebaikan (kebaikan yang berlanjut), sebagaimana balasan bagi setiap keburukan adalah kontinuitas keburukan (keburukan yang terus berlanjut). Dan terkadang hal ini menjadi sebab keselamatan dan kesuksesan abadi. Apabila dirinya melakukan pembalasan dendam, seluruh hal itu justru akan terluput darinya.

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات[4]

Diterjemahkan dari risalah Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga Allah merahmati beliau-

Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Artikel www.muslim.or.id

[1] Lihat penjelasan perkataan beliau ini dalam Majmu’ al Fatawa (8/161-180).

[2] HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih serta selain mereka berdua dari sahabat Ibnu’ Abbas dan Anas. Lihat ad Durr al Mantsur (7/359).

[3] HR. Muslim (2588) dari sahabat Abu Hurairah.

[4] Selesai diterjemahkan dengan bebas dari risalah Al Qo’idatu fish Shobr, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, pada hari Senin, tanggal 27 Rabi’ul Awwal 1430 H, Griya Cempaka Arum K4/7, Bandung.

Memburu Teri Kehilangan Kakap

Oleh Prof Dr Ali Mustafa Yaqub

Boleh jadi Anda pernah melihat Kebun Raya Bogor, atau minimal pernah mendengar tentang taman itu. Sebuah taman yang luas, dipagari besi keliling, dengan pohon-pohon tinggi dan rindang. Di dalamnya terdapat istana yang dikelilingi padang rumput hijau dengan kijang-kijang cantik yang dilepas bebas merumput di atasnya. Masih ada lagi, di dalam kebun yang beraneka pohon itu melintas sungai yang airnya gemericik mengalir tanpa henti.

Kebun Raya Bogor dengan istana di dalamnya adalah salah satu surga dari surga-surga di dunia. Kebun seperti itu mengingatkan kita tentang surga yang sebenarnya di akhirat. Ada mahligai, kebun-kebun dengan pohon-pohon yang rindang, dan sungai-sungai yang airnya mengalir di dalamnya. Surga-surga dunia seperti itu menjadi dambaan banyak orang.

Banyak orang di dunia ini yang mengejar-ngejar surga dunia itu. Pergi pagi pulang malam, gedebak-gedebuk membanting tulang, badannya tidak pernah istirahat, lupa anak dan istri, bahkan terkadang lupa makan, demi meraih surga dunia dambaannya itu. Apabila surga dunia belum dapat diraih dengan cara-cara yang legal, tidak sedikit orang mengejarnya dengan cara-cara ilegal.

Padahal, sebesar-besar surga di dunia, belum apa-apa bila dibanding dengan surga akhirat. Sabda Nabi Muhammad SAW, seperti diriwayatkan oleh Imam Muslim, ''Sekecil-kecil kavling di surga adalah sebesar dunia ini ditambah sepuluh kali lipatnya.'' Artinya, penghuni surga yang paling 'melarat' adalah yang kavlingnya sebesar sebelas kali lipat dunia ini. Subhanallah. Itu baru kavlingnya, bagaimana fasilitasnya?

Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, ''Fasilitas terendah yang diberikan kepada penghuni surga adalah seseorang yang diberi pembantu sebanyak 80 ribu orang.'' Belum cukup sampai di situ. Kata Beliau lagi, masih riwayat Imam Ahmad bin Hanbal, ''Fasilitas terkecil bagi penghuni surga adalah seseorang yang dijodohkan oleh Allah SWT dengan 72 bidadari selain istrinya di dunia.'' Ya, salam . Dalam riwayat Imam al-Bukhari, Nabi SAW bersabda, "Apabila wanita surga itu meludahi dunia, maka dunia ini akan harum seluruhya.''

Apalah artinya surga dunia dibandingkan dengan surga akhirat. Kita sampai-sampai tidak mampu membayangkan surga di akhirat karena keluarbiasaannya. Kendati begitu, banyak orang yang justru mengejar surga dunia dengan cara-cara yang dilarang oleh Allah SWT. Ia mengejar yang kecil dan kehilangan yang amat besar. Ibaratnya, ia mengejar teri, tetapi kehilangan kakap. Atau dalam pepatah Jawa mburu uceng kelangan deleg .

source : http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=2286109901827976958

Minggu, 14 Februari 2010

Warna pakaian dan tipe kepribadian

Kolom : Dunia wanita

Pilihan warna dalam berpakaian dapat menunjukkan kepribadian seseorang. Warna pakaian dan tipe kepribadian sangat berkaitan. Warna dan gaya berpakaian mengatakan banyak hal tentang individualitas seseorang. Menarik untuk mengetahui filosofi warna.


Di sekitar kita ada orang yang memillih pakaian berwarna tenang tetapi tidak mencolok. Ada juga sebaliknya, yakni mereka memilih pakaian berwarna terang dan menarik perhatian.


Berikut ini beberapa generalisasi tentang warna dan bagaimana hubungan warna pakaian dengan kepribadian.

Merah

Adalah simbol dominasi, gairah, dan sensualitas. Warna ini menegaskan sifat kepemimpinan. Jika Anda ingin tampil khusus atau hendak membuat sebuah pesan fashion yang istimewa, merah adalah sebuah trik jitu.


Peach dan pink

Mengindikasikan ketenangan dan kesabaran. Dengan warna merah muda atau peach, Anda akan terlihat segar seperti bunga.


Hitam

Warna abadi yang merepresentasikan kekuatan. Hitam adalah warna multifungsi. Ia bisa menyimbolkan keanggunan, kepandaian dan karunia.


Putih

Jika Anda hendak tampak rapi dan bersih, putih adalah warna yang cocok. Putih melambangkan kemurnian dan kesederhanaan.

Biru

Adalah warna kehangatan dan kepercayaan. Pakaian biru hampir dapat ditemukan di lemari setiap orang.


Kuning

Adalah warna bunga matahari. Di balik keindahannya, kuning pun menyampaikan kesan kewaspadaan. Dan jangan lupa, kuning juga warna api yang mematikan.


Burgundy

Menunjukan sisi spiritualitas. Ini warna kaya yang menunjukkan seberapa bergairahnya Anda. Kemeja burgundy tampak gaya saat dipakai beraktivitas.

Hijau

berasal dari tumbuh-tumbuhan. Warna natural. Warna daun dan sayuran segar. Hijau mewakili kesegaran, relaksasi serta ketenangan.


Coklat

Menunjukan gaya klasik informal. Ia menyampaikan keandalan dan kepercayaan.


Abu-abu

Menunjukkan keseimbangan dalam hidup. Ia warna yang elegan dan cerdas.


Kini Anda patut bertanya ke diri sendiri, warna apa saja yang biasa Anda pilih dalam berbusana sehari-hari? Dengan mengakrabi warna, Anda tentu dapat lebih mengenal diri sendiri. Bahkan lebih jauh membentuk personalitas diri yang lebih matang.***

sumber : http://sg.shafira.com/2010/01/warna-pakaian-dan-tipe-kepribadian/

Benarkah Cintamu Cinta Sejati

Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos 'Cinta Sejati', dan dibuai oleh impian 'Cinta Suci'. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta "Valentine's Day".

Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang yang selama ini menghiasi hati anda?

Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.

Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).

Wah, gimana tuh nasib cinta yang selama ini anda dambakan dari pasangan anda? Dan bagaimana nasib cinta anda kepada pasangan anda? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.

Anda ingin sengsara karena tidak lagi merasakan indahnya cinta pasangan anda dan tidak lagi menikmati lembutnya buaian cinta kepadanya? Ataukah anda ingin tetap merasakan betapa indahnya cinta pasangan anda dan juga betapa bahagianya mencintai pasangan anda?

Saudaraku, bila anda mencintai pasangan anda karena kecantikan atau ketampanannya, maka saat ini saya yakin anggapan bahwa ia adalah orang tercantik dan tertampan, telah luntur.

Bila dahulu rasa cinta anda kepadanya tumbuh karena ia adalah orang yang kaya, maka saya yakin saat ini, kekayaannya tidak lagi spektakuler di mata anda.

Bila rasa cinta anda bersemi karena ia adalah orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang di masyarakat, maka saat ini kedudukan itu tidak lagi berkilau secerah yang dahulu menyilaukan pandangan anda.

Saudaraku! bila anda terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal ia bukan suami atau istri anda, ada baiknya bila anda menguji kadar cinta anda. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta anda kepadanya. Coba anda duduk sejenak, membayangkan kekasih anda dalam keadaan ompong peyot, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang reot. Akankah rasa cinta anda masih menggemuruh sedahsyat yang anda rasakan saat ini?

Para ulama' sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu 'anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu 'anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu 'anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu 'anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:

Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.

Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu 'anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: "Bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu 'anhu." Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu 'anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu 'anhu.

Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu 'anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada 'Aisyah istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: "Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?"

Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya "memble" (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada 'Aisyah radhiallahu 'anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka 'Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:

يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.

"Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu 'Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)

Bagaimana saudaraku! Anda ingin merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah anda mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu 'anhu?(1)

Tidak heran bila nenek moyang anda telah mewanti-wanti anda agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.

Anda penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?

Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini:

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره

"Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya)." (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:

كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ

Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).

Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:

حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ

Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.

Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102

"Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya." (Qs. Al Baqarah: 102)

Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?

Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.

Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?

Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه

"Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung." (Muttafaqun 'alaih)

Dan pada hadits lain beliau bersabda:

إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.

"Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi." (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)

Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tudak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.

الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67

"Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa." (Qs. Az Zukhruf: 67)

Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه

"Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api." (Muttafaqun 'alaih)

Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.

Yahya bin Mu'az berkata: "Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu." Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.

Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku...

Wallahu a'alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.

***

Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.
Artikel www.pengusahamuslim.com

Footnote:

1) Saudaraku, setelah membaca kisah cinta sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar ini, saya harap anda tidak berkomentar atau berkata-kata buruk tentang sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar. Karena dia adalah salah seorang sahabat nabi, sehingga memiliki kehormatan yang harus anda jaga. Adapun kesalahan dan kekhilafan yang terjadi, maka itu adalah hal yang biasa, karena dia juga manusia biasa, bisa salah dan bisa khilaf. Amal kebajikan para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam begitu banyak sehingga akan menutupi kekhilafannya. Jangan sampai anda merasa bahwa diri anda lebih baik dari seseorang apalagi sampai menyebabkan anda mencemoohnya karena kekhilafan yang ia lakukan. Disebutkan pada salah satu atsar (ucapan seorang ulama' terdahulu):

مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ مَنْ عَابَهُ بِهِ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ

"Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa yang ia lakukan, tidaklah ia mati hingga terjerumus ke dalam dosa yang sama."

sumber : http://pengusahamuslim.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/794-benarkah-cintamu-cinta-sejati.html

Kamis, 24 September 2009

Kamis, 13 Agustus 2009

Cermin Diri

Tatkala kudatangi sebuah cermin
Tampak sesosok yang sangat lama kukenal dan sangat sering kulihat
Namun aneh , sesungguhnya aku belum mengenal siapa yang kulihat

Tatkala kutatap wajah , hatiku bertanya . Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ?
Ataukah wajah ini yang kelak akan hangus legam di neraka Jahannam

Tatkala kutatap mata, nanar hatiku bertanya
Mata inikah yang akan menatap penuh kelezatan dan kerinduan….
Menatap Allah , menatap Rasulullah , menatap kekasih-kekasih Allah kelak ?
Ataukah mata ini yang terbeliak , melotot , menganga , terburai menatap Neraka Jahannam………..

Akankah mata penuh maksiat ini akan menyelamatkan ?
Wahai mata , apa gerangan yang kau tatap selama ini ?

Tatkala kutatap mulut , apakah mulut ini yang kelak akan mendesah penuh kerinduan .. Mengucap laa ilaaha ilallah saat malaikat maut datang menjemput ?

Ataukah menjadi mulut menganga dengan lidah menjulur , dengan lengking jeritan pilu yang akan mencopot sendi-sendi setiap pendengar.

Ataukah mulut ini menjadi pemakan buah zaqum jahannam ..yang getir
penghangus , penghancur setiap usus.
Apakah gerangan yang engkau ucapkan wahai mulut yang malang ?
Berapa banyak dusta yang engkau ucapkan ?

Berapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang
mengiris tajam
Berapa banyak kata-kata manis semanis madu yang palsu
yang engkau ucapkan untuk menipu ?
Betapa jarang engkau jujur.
Betapa langkanya engkau syahdu memohon agar Tuhan mengampunimu.

Tatkala kutatap tubuhku.
Apakah tubuh ini kelak yang akan penuh cahaya …
Bersinar , bersukacita , bercengkrama di surga ?
Atau tubuh ini yang akan tercabik-cabik hancur , mendidih , di dalam lahar membara jahannam , terpasung tanpa ampun , derita yang tak pernah berakhir
Wahai tubuh , berapa banyak maksiat yang engkau lakukan ?
Berapa banyak orang-orang yang engkau zalimi dengan tubuhmu ?
Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau
tindas dengan kekuatanmu ?
Berapa banyak perindu pertolongan yang engkau acuhkan tanpa peduli
padahal engkau mampu ?
Berapa banyak hak-hak yang engkau rampas ?

Ketika kutatap hai tubuh
Seperti apa gerangan isi hatimu
Apakah isi hatimu sebagus kata-katamu
Atau sekotor daki-daki yang melekat di tubuhmu
Apakah hatimu segagah ototmu
Atau selemah daun-daun yang mudah rontok
Ataukah hatimu seindah penampilanmu
Ataukah sebusuk kotoran-kotoranmu

Betapa beda ..betapa beda …apa yang tampak di cermin
dengan apa yang tersembunyi
Betapa beda apa yang tampak di cermin dan apa yang tersembunyi
Aku telah tertipu , aku tertipu oleh topeng
Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah topeng belaka
Betapa pujian yang terhambur hanyalah memuji topeng
Betapa yang indah ternyata hanyalah topeng..
Sedangkan aku … hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus
Aku tertipu , aku malu ya Allah
Allah ..selamatkan aku..Amin ya Rabbal `alamin

Selasa, 04 Agustus 2009

[Mutiara Hadist] Doa Rasulullah yang Ditolak Allah

Amir bin Said dari bapaknya meriwayatkan:

Satu hari Rasulullah SAW datang dari daerah berbukit. Setelah Rasulullah SAW sampai di masjid Bani Mu'awiyah, beliau masuk ke dalam masjid dan menunaikan shalat dua rakaat. Kami pun turut shalat bersama dengan Rasulullah SAW.

Kemudian Rasulullah SAW berdoa dengan agak panjang kepada Allah SWT.

Setelah selesai berdoa, Rasulullah SAW pun berpaling kepada kami lalu berkata:

"Aku telah memohon kepada Allah SWT tiga hal. Dari tiga hal itu, hanya dua hal yang Dia kabulkan sementar yang satu lagi ditolak. Tiga hal itu adalah:
1. Aku memohon kepada Allah SWT agar Dia tidak membinasakan umatku dengan musim susah (paceklik) yang berkepanjangan. Permohonanku ini dikabulkan oleh Allah SWT.
2. Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku ini jangan dibinasakan dengan bencana tenggelam (seperti banjir besar yang telah melanda umat Nabi Nuh a.s.). Permohonanku yang ini pun dikabulkan oleh-Nya.
3. Aku memohon kepada Allah SWT agar umatku terbebas dari pertikaian sesama mereka (peperangan, percekcokan antara sesama umat Islam). Tetapi permohonanku yang ini tidak dikabulkan (telah ditolak) oleh-Nya."

Riwayat hadis di atas hingga kini masih menjadi bahan perdebatan di antara ahli hadis tentang kesahihannya. Beberapa ulama menyatakan hadis ini sahih, namun tak sedikit yang meragukan keasliannya dari Nabi SAW.

Namun, jika hal ini benar-benar pernah terjadi pada masa Rasulullah, tentunya kita butuh pemahaman yang pas tentang makna hadis ini.

Ditolaknya permohonan Nabi tidak harus dimaknai bahwa umat ini memang telah ditakdirkan harus berperang. Karena kalau seprti itu, maka hanya akan menjadi pembenar terhadap perilaku brutal sebagian umat yang sebenaranya hanya pemenuhan ego dan fanatisme golongan dan pemahaman belaka.

Kasus dalam hadis ini mungkin hampir mirip dengan kisah diijinkannya iblis untuk menggoda anak keturunan Adam a.s. hingga akhir masa. Hal ini tentu tidak bisa dimaknai bahwa anak keturunan Adam memang sudah ditakdirkan tergoda oleh tipu daya Iblis.

Kedua kasus di atas merupakan ujian bagi umat untuk belajar bagaimana mengendalikan ego dan nafsu-nafsu rendah. linabluwakum ayyukum ahsanu amala: Untuk menguji siapa di antara manusia yang melakukan kebajikan.
Wa Allah A'lam bi Ash-Shawab.taq/berbagai sumber

sumber : http://www.republika.co.id/berita/33705/Doa_Rasulullah_yang_Ditolak_Allah